Menyenangi Watak Antagonis di Film, Apa Normal?

jackpot89.info - Kedahsyatan beberapa superhero atau watak protagonis yang lain dalam film sering jadi pujaan, dan hal itu dipandang normal.

Tetapi, beberapa pencinta layar-lebar dan sebagian dari kita malah bersimpati, bahkan juga menyenangi figur antagonis.

Misalkan saja beberapa orang kagum pada figur Joker sebagai villain Batman atau Lord Voldemort di film Harry Potter.

Menyukai figur yang jahat dalam film memang kelihatan aneh. Tetapi, kita tidak dapat asal-asalan mengadili hasrat ini.

Direktur Prodi Film di University of Sydney, Dr. Bruce Issac, menyebutkan ada argumen dibalik kesayangan sebagian orang pada figur antagonis.

Satu diantaranya karena figur yang disukai lakukan apa yang sebetulnya benar-benar diharapkan fansnya.

Mungkin beberapa orang yang menyenangi sang jahat dalam film kurang cukup berani untuk melawan, dan kemauan itu diwakilkan oleh figur di film.

"Figur 'buruk' ucapkanlah, seorang antipahlawan menarik karena karakternya yang melawan," ucapnya.

"Mereka menantang arus etika dan melawan mekanisme kewenangan . Maka ada tipe penyelewengan yang dipandang benar-benar 'keren'."

Tidak stop sampai di sana, minat pada figur antagonis juga bisa dikuasai oleh penampilan watak yang memikat.

"Antipahlawan selalu lebih warna, flamboyan, lucu, gesturf dan ini nyaris selalu terjadi, khususnya di beberapa film studio mainstream," jelas Dr. Isaacs.

Opini yang disampaikan Dr. Isaacs diperkokoh oleh riset yang dipublikasi di Psychological Science di tahun 2020.

Riset memperlihatkan jika minat pada figur antagonis dilandasi karena karakter watak yang serupa.

Tetapi, menyukai figur antagonis hanya pernyataan dari karakter gelap yang dipunyai seorang. Ini tidak bisa dilepaskan dari figur antagonis yang karakternya fiksi.

Mereka yang menyukai figur antagonis tentunya tidak mau terkait apa lagi menyukai penjahat di dunia riil.

"Riset memperlihatkan narasi dan dunia fiksi tawarkan 'tempat berlindung yang aman' dibanding dengan watak jahat yang mengingati kita pada diri sendiri."

Begitu kata penulis riset yang calon Ph.D Northwestern University, AS, Rebecca Krause.

"Saat beberapa orang berasa diproteksi oleh selubung fiksi, mereka kemungkinan memperlihatkan ketertarikan yang semakin besar untuk belajar mengenai figur jahat yang serupa dengannya."

Walaupun ada kesesuaian di antara figur antagonis dengan karakter diri kita, akademiki merekomendasikan untuk menjauhi dari beberapa orang yang dalam beberapa segi punyai keserupaan negatif.

Misalkan, mempunyai karakter yang menyebalkan, labil, atau pembelotan.

"Beberapa orang ingin menyaksikan diri mereka secara positif. Mendapati kemiripan di antara diri kita dan orang jahat bisa saja tidak nyaman," tutur Krause.

Dia bersama Derek Rucker yang disebut rekanan penulisnya merasakan jika merasa tidak nyaman sebetulnya bisa ditangani jika tempatkan orang jahat dalam kerangka fiksi.

"Misalkan, orang yang menyaksikan diri mereka jadi orang yang curang dan kacau-balau kemungkinan berasa tertarik dengan watak The Joker di film Batman."

"Sementara orang yang mempunyai kepandaian dan tekad seperti Lord Voldemort kemungkinan berasa lebih tertarik dengan watak itu dalam seri Harry Potter, " kata Krause.