Masalah Kelangkaan Minyak Goreng, Pengamat Sebutkan Penimbun Dapat Dijerat Hukum




jackpot89.info - Pemerintahan sah mengambil harga ketengan paling tinggi (HET) susul kelangkaan minyak goreng di pasar dalam beberapa bulan akhir.

Sesudah pencabutan HET oleh pemerintahan, stock minyak goreng di pasar juga langsung banyak.

Tetapi harga minyak goreng malah naik tinggi karena harga diberikan ke proses pasar.

Walaupun begitu di sejumlah daerah minyak goreng masih sangat jarang. Satu diantaranya di Jawa Barat.

Bahkan juga Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil akui sedih berkaitan langkanya supply minyak goreng. Dia menyebutkan peristiwa memprihatinkan bersamaan tingginya keperluan warga menyongsong Ramdhan.

"Ini benar-benar jadi sebuah peristiwa yang membuat sedih," mata Emil dalam info resminya, Jumat (18/3/2022).


Penimbun dapat dijaring hukum

Berkaitan rumor penumpukan minyak goreng, pakar hukum pidana, Aditya Wiguna Sanjaya menjelaskan beberapa penimbun minyak goreng dapat dijaring hukum dengan Undang-undang Perdagangan.

"Di Pasal 29 diterangkan aktor usaha dilarang simpan tangkai keperluan primer dan/atau barang penting dengan jumlah dan waktu tertentu di saat kelangkaan barang, pergolakan harga, dan/atau kendala jalan raya perdagangan barang," kata pria yang menuntaskan gelar doktor di bagian pengetahuan pidana di Kampus Brawijaya.

Dalam pada itu di Pasal 107 diterangkan bila ada aktor usaha yang simpan barang keperluan primer dengan jumlah dan waktu tertentu di saat kelangkaan barang karena itu dapat dipidana paling lama 5 tahun penjara atau denda terbanyak Rp 50 miliar.

"Pasal itu harus diaplikasikan untuk menghindar ada penumpukan barang yang hendak merepotkan customer untuk mendapat barang keperluan primer satu diantaranya ialah minyak goreng," kata Aditya.

Dia mengingati bila ancaman yang dikenai tidak cuma pidana penjara, tetapi juga bisa pidana denda.

Aditya juga menerangkan argumen kasus penumpukan minyak goreng tidak dijaring dengan KUHP.

Menurut dia pada konsepnya dalam KUHP terdapat azas validitas yang tercermin dalam Pasal 1 Ayat 1 KUHP yang dengan bahasa latin mengeluarkan bunyi nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali.

"Yang ini berarti tidak ada satu tindakan bisa dipidana tetapi atas kemampuan ketetapan pidana dalam undang-undang yang ada saat sebelum tindakan itu dilaksanakan," kata Aditya.

"Tujuan dari pasal 1 itu ialah tindakan itu cuman dapat dipidana saat undang-undang dengan jelas larang saat sebelum tindakan itu dilaksanakan," lebih ia.

Menurut dia dalam KUHP tidak ada yang atur larangan itu dan ketentuan yang atur larangan itu berada di UU Perdagangan.

"Berdasar azas validitas, larangan ini berada di UU Perdagangan. Nach secara automatis, atas dasar azas validitas itu karena itu yang diaplikasikan ke beberapa penimbun minyak ialah UU Perdagangan," tandas ia.